Kuasa hukum delapan ASN, Afriansyah dari Syah Law Office & Partners,Gelar Konferensi Pers.
ARUNGNEWS.COM,JAMBI-Pemerintah Provinsi Jambi tengah diterpa skandal serius yang mengarah pada dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang. Delapan mantan pejabat eselon III dan IV secara tegas menyatakan akan melaporkan kasus pemalsuan surat pengunduran diri ke Polda Jambi. Mereka menegaskan tidak pernah mengajukan pengunduran diri, namun justru diberhentikan dari jabatan berdasarkan dokumen yang mereka sebut palsu.
Kasus ini mencuat pasca pelantikan pejabat baru pada 13 Juni 2025 lalu. Setidaknya 30 Aparatur Sipil Negara (ASN) dilaporkan mendadak dinonaktifkan dari jabatannya. Para korban baru menyadari kejanggalan saat nama mereka tak tercantum dalam struktur jabatan yang baru, dan setelah ditelusuri, diketahui bahwa ada surat pengunduran diri yang diklaim berasal dari mereka padahal tidak pernah dibuat atau ditandatangani.
Kuasa hukum delapan ASN tersebut, Afriansyah dari Syah Law Office & Partners, menyebut pemberhentian tersebut cacat prosedur. “Kami akan segera melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ini ke Polda Jambi, dengan dasar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, dan Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat,” ujar Afriansyah dalam konferensi pers, Rabu (23/7/2025).
Afriansyah juga mengungkapkan bahwa kliennya telah mengajukan keberatan administratif kepada Gubernur Jambi. Surat keberatan tersebut juga telah ditembuskan ke Presiden RI, Menteri Dalam Negeri, BKN, dan sejumlah lembaga terkait. Mereka menuntut agar Surat Keputusan pemberhentian dicabut dan jabatan para kliennya dipulihkan.
Salah satu mantan pejabat, Dedy eks Kabid Transmigrasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi menuturkan bahwa langkah hukum ini terpaksa diambil setelah upaya penyelesaian damai menemui jalan buntu. Ia mengaku sempat mengikuti pertemuan dengan Sekretaris Daerah Provinsi Jambi yang menjanjikan solusi, namun pertemuan lanjutan dengan Gubernur tak kunjung terealisasi.
“Kami bukan mempermasalahkan hak prerogatif Gubernur. Tapi yang kami lawan adalah pemalsuan. Kami tidak pernah menandatangani surat pengunduran diri itu. Dan tiba-tiba, nama kami hilang dari struktur jabatan. Ini bukan hanya tidak etis ini kriminal,” tegas Dedy.
Di sisi lain, Sekda Provinsi Jambi, Sudirman, membenarkan adanya pertemuan dengan 13 pejabat nonaktif. Ia mengklaim bahwa para pejabat telah sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Namun, pernyataan ini dibantah para mantan pejabat, yang menilai kesepakatan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti secara nyata.
Sementara itu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jambi yang disebut-sebut sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab dalam proses mutasi ini justru bungkam. Tidak ada penjelasan resmi dari BKD. Meski belakangan dikabarkan telah membentuk tim internal untuk menyelidiki surat-surat pengunduran diri yang mencurigakan, publik menilai hal itu sebagai langkah minimalis dan tidak menjawab akar persoalan.
Delapan pejabat yang kini bersiap menempuh jalur hukum berasal dari berbagai OPD, yakni Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Arsip, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Sosial dan Dukcapil. Mereka terdiri dari empat pejabat eselon III (berinisial D.I, D.A, S.F, dan R.F), serta empat pejabat eselon IV (berinisial R.D, D.H, R.H, dan H.A).
Perkembangan kasus ini menyulut perhatian publik luas. Banyak pihak mendesak Gubernur Jambi untuk tidak tinggal diam dan segera mengusut kasus ini secara tuntas, transparan, serta menyerahkan pihak yang bersalah ke ranah hukum. Sebab jika benar terbukti, ini bukan hanya persoalan birokrasi — ini adalah kejahatan yang mencoreng wibawa pemerintahan daerah.
Kini, masyarakat menanti: apakah Pemprov Jambi berani bersih-bersih dari dalam, atau justru membiarkan kejahatan birokrasi merajalela tanpa pertanggungjawaban. (***)