Oleh : Nazli, Aktivis Senior Jambi
KONFLIK antara warga Jambi dengan Pertamina terkait klaim “zona merah” atas ribuan bidang tanah kini kian mencuat dan tak bisa lagi dianggap remeh. Protes warga tidak sebatas spanduk di pinggir jalan, melainkan jeritan atas hak-hak yang sudah dilindungi konstitusi. Negara sedang diuji: apakah ia berdiri di pihak rakyat pemilik sah tanah, atau tunduk pada klaim sepihak yang membungkus kelemahan administrasi dengan simbol kekuasaan.
Fakta di lapangan berbicara lantang. Warga di Kenali Asam, Paal Lima, hingga Suka Karya memasang spanduk dengan pesan keras: “Kami Bukan Pendatang Ilegal, Kami Pemilik Sah,” “Zona Merah? Mana Buktinya?” hingga “SHM Kami Terbit Sebelum Klaim BMN!” Spanduk itu adalah bukti penolakan atas status “zona merah” yang diberlakukan PT Pertamina EP.
Ribuan keluarga resah. Data resmi yang disampaikan Wali Kota Jambi, Maulana, kepada Komisi II DPR RI menyebut total ada ±5.506 bidang tanah yang diklaim Pertamina berada di atas Barang Milik Negara (BMN). Rinciannya: Kenali Asam 1.843 bidang, Kenali Asam Bawah 1.314 bidang, Paal Lima 918 bidang, Suka Karya 648 bidang, Kenali Asam Atas 645 bidang, Simpang III Sipin 74 bidang, dan Mayang Mangurai 64 bidang. Mayoritas tanah-tanah itu sudah bersertifikat Hak Milik (SHM) jauh sebelum klaim BMN muncul.
Pertanyaan besar pun muncul: siapa yang lalai? Jika sertifikat itu terbit lebih dulu, maka kesalahan ada pada negara yang menerbitkan SHM di atas aset yang kini diklaim sebagai milik BUMN. Atau justru Pertamina yang abai mencatat, menjaga, dan mengamankan asetnya. Dua-duanya kelalaian birokrasi, dan tidak satu pun boleh menempatkan rakyat sebagai korban. Hak konstitusional warga tidak bisa dipangkas hanya karena kelemahan administrasi.
Konstitusi sudah jelas. Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 menyatakan: “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.” UU Pokok Agraria (UU No. 5/1960) mempertegas, hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh. Jika negara sendiri yang abai mengurus data pertanahan, maka negara tidak berhak menebus kesalahannya dengan mengorbankan rakyat.
Kehadiran Komisi II DPR RI di Jambi (29/9/2025) menandai eskalasi masalah ini sudah mencapai fase serius. Ketua Komisi II, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan proses penyelesaian harus dipercepat dari enam bulan menjadi empat bulan. Wali Kota Maulana pun sudah menyampaikan surat resmi agar hak-hak warga mendapat perlindungan. Tetapi, rakyat berhak khawatir: berapa banyak lagi waktu yang harus dihabiskan, sementara keresahan sudah bertahun-tahun menggantung?
Kasus ini berbahaya jika dibiarkan. Ia bisa jadi preseden nasional. Jika klaim BMN bisa begitu saja menggusur ribuan SHM, maka setiap warga negara di daerah lain terancam nasib serupa. Rumah dan tanah mereka sewaktu-waktu bisa berubah status menjadi “zona merah” hanya karena negara lalai mengurus administrasi. Itu adalah bentuk ketidakpastian hukum yang brutal, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945: “Indonesia adalah negara hukum.”
Warga Jambi tidak sedang melawan hukum. Mereka melawan arogansi kekuasaan yang mencoba menutup kegagalan administrasi dengan label “zona merah.” Negara seharusnya hadir menegakkan hukum dan konstitusi, bukan menindas rakyatnya sendiri.(**)
GMSMEDIA. CO. ID-Auditorium Universitas Muhammadiyah Jambi (UM Jambi) dipenuhi ratusan mahasiswa, dosen, dan warga Muham...
ARUNGNEWS.COM,JAMBI-Bank Jambi kembali menorehkan prestasi gemilang di tingkat nasional. Pada ajang Indonesia Economic S...
Oleh : Nazli, Aktivis Senior Jambi KONFLIK antara warga Jambi dengan Pertamina terkait klaim “zona merah” a...
ARUNGNEWS.COM,JAMBI- Ruas Tol Betung–Tempino–Jambi (Betejam) Seksi 3 Segmen Tempino–Ness mencatat traf...
ARUNGNEWS.COM,JAMBI-Konflik kawasan hutan menjadi isu utama dalam Forum Group Discussion (FGD) bertema “Mewujudkan...
ARUNGNEWS.COM,JAMBI-Walikota Jambi, dr. Maulana, menegaskan komitmen Pemerintah Kota Jambi untuk memperluas perlindungan...
Oleh: Nazli, Aktivis Senior Jambi POLEMIK penambahan anggaran Rp38 miliar untuk Stadion Swarnabhumi dan Islamic Center ...
Oleh: Firmansyah, SH, MH, Pengamat Kebijakan Publik KEPUTUSAN partai politik menggunakan istilah “dinonaktifkan&r...
Oleh: Firmansyah, S.H., M.H. Praktisi Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik PEMBERIAN amnesti kepada Hasto Kristiyanto da...
Oleh: Firmansyah, S.H., M.H. – Praktisi Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik ARUNGNEWS.COM,JAMBI-Dinas Komunikasi ...